Tips memulai usaha distro

Bisnis distro/clothing saat ini memang sedang menjamur, dan ane pikir ini adalah bisnis yang gak bakal bisa mati. Kenapa? Jelas aja, siapa coba yang gak perlu pake baju ? pake sandal? Pake celana ?? Heheheh.. Oke langsung aja gan, ke pokok permasalahan. Mudah mudahan gak ya.

Meski mulai dengan modal cuma 20 jutaan awalnya, tp bisa berkembang kok. Baca aja kisah ane yang cuma anak petani tapi bisa maju jaya di bisnis distro/clothing. Yang paling penting itu justru tekad dan semangat wirausaha. Agan mesti punya motivasi yang jelas untuk berbisnis misalkan pengen nabung naik haji, pengen ngebahagiain orang tua, pengen cepet resign dari kantor, atau sebagainya.

Oke berikut tips tips untuk memulai usaha distro/clothing yang ane rangkum seringkas dan sejelas mungkin.

1. Ide dan Konsep
Ini yang paling awal yang mesti Agan agan pikirin sebelum mulai bergerak. Mencari ide dan konsep dari distro/clothing yang agan mau buat. Bisa itu berkonsep music, pop, urban art, konsep tengkorak, konsep futuristic, atau bisa juga konsep daerah seperti clothing khas jogja, atau konsep lain. Disini letak seni nya per distro an, bebas ber ekspresi, bebas beda, pokoknya bebas (independent) !

2. Brand atau Merk
Apalah arti sebuah nama. Pernah denger pepatah gitu gak gan? Di bisnis pepatah itu gak berlaku banget. Setelah ketemu konsep baru deh gan mesti bikin nama atau logo brand nya. Kalo ada duit lebih Agan bisa cari logo desainer yang agan ngrasa cocok dengan desainnya. Kalo gak ada budget untuk ini juga gak masalah. Yang penting agan tentuin nama brand nya dulu. Urusan logo bisa nomor sekian.

3. Persiapan Produk
Distro adalah tempat buat nitipin dagangan (kaos, sepatu, topi, dll). Jadi agan bisa cari relasi yang mau nitip di distro agan agan. Oke anggap lah untuk awal buka masih belon ada temen kenalan dari clothingan, ya agan musti terpaksa modal dikit buat ngisi distro nya agan dengan sedikit dagangan. Cara nya cari supplier produk distro yang mau kasi harga enak. Bikin perjanjian, kalo produknya gak laku dalam beberapa bulan, nnt bisa tukar dengan produk baru. Kalo agan masih bingung dimana cari supplier produk distro Agan bisa kontak ane aje, ane punya distro beserta produk produk distro keren dari jakarta. Siap membantu agan agan semua yang mau berkarir di bisnis distro/clothing.

4. Relasi
Setiap yang namanya bisnis pasti gak bisa lepas dari yang namanya relasi. Nah relasi yang ane maksud untuk bisnis distro ini bisa mencakup tempat sablon, penjual kain, tukang jahit, tukang setting desain kaos, dan lain lain. Intinya banyak banyakin bertemen deh gan. Toh gak ada rugi nya kok. Kali aja pas cari relasi bisnis malah bisa ketemu jodoh.

5. Team Kerja
Ane pribadi waktu awal buka distro, semua mesti dikerjakan sendiri tanpa team. Ane cuma menggunakan tenaga sewaan atau outsource. Misalkan jasa tukang kayu untuk bikin rak kayu, tukang sablon dan jarit, dsb. Sisanya ane kerjain sendiri. Jaga distro, bersih bersih, ngedesain produk, ampe urus pembukuan dagangan juga ane kerjain sendiri. Itu membentuk mental dan mengasah skill nya agan agan kok. Tapi situasi itu gak berlangsung lama, dalam waktu 2 bulan ane dah bisa sewa 2 orang shop keeper yang cuantik cuantik. Trus nyusul accounting, dan admin.

6. Tempat Usaha
Nah, ini yang sedikit gampang gampang susah dan membutuhkan sedikit keberuntungan untuk bisa menemukan tempat yang layak, sesuai budget, dan lokasi. Ane sendiri gak tau berapa pasaran harga sewa tempat di daerah tinggal Agan, tp silahkan disesuaikan dengan kemampuan kantong ya. Untuk awal gak usah sewa tempat yg luas. Yang penting aman, bersih, cukup rame.

7. Promosi
Setelah produk jadi, distro udah buka, tapi kok kagak ada yang mampir ya ?? Nah, ini saatnya promosi, gak ada bisnis yg gak pake promosi. Konteks promosi ini yang luas banget kalo mau di bahas, tp secara garis besar, pengalaman ane promosiin distro ane cuma dari stiker, ikut sponsor acara music, dan promosi dari mulut ke mulut. Pokoknya konsisten aja, waktu akan menjawabnya. 2-3 bulan pasti bisa mulai senyum. Kalo ada duit lebih agan bisa promosi lebih juga, di radio, majalah, ya dimana aja yang sesuai sama target brand nya.

8. Sumber Pemasukan Cadangan
Nah, sebaiknya sejak awal agan udah mulai mengantisipasi musim paceklik. Caranya ? Ya agan bisa menerima orderan bikin kaos untuk anak anak SMA, atau sekedar buka stand kecil jual juice di depan distro agan, kan lumayan nambah penghasilan.

9. Action
Action dan gak usah ribet maksudnya nya gak usah mikirin yang nggak nggak dulu gan. Takut gak laku, takut ini, takut itu, mending coba dulu. Gak ada yang lebih gak enak dari pada mati penasaran. Untuk pemula kadang juga terlalu perfeksionis. Menunggu segala nya sempurna. Tapi ane saranin jangan terlalu lama, banyak menunda, banyak juga rejeki dan peluang yang di ambil pesaing.

Segitu dulu yang bisa ane share di sini gan, bukan maksud menggurui atau gimana, Cuma berbagi pengalaman aja.
Terima kasih..

“Den’s cloth”

Den’s cloth



Hy guys udah hampir seminggu nih ane ngak ngisi blog ini, tanpa terasa sekarang kita sudah memasuki bulan juni so bersiaplah untuk memiliki design2 terbaru edition june 2012.
Karna kami pasti akan mengeluarkan design2 terbaru kami di blog ini, jd ane sarankan buat agan2 yg mau tau collection den’s cloth terbaru jangan lupa untuk sering2 mengunjungi fb, twiter, & blog den’s cloth..
Thanks….

Sejarah Distro (Indonesia Version)

Di Kota Bandung – bagi sebagian masyarakatnya – keberadaan berbagai t-shirt seperti yang diperbincangkan di atas bisa jadi merupakan satu hal yang lazim. Demikian juga dengan keberadaan geng motor tua, sepeda bmx, penggemar musik hip-hop, musik elektronik, break dance, hardcore, grindcore, sampai dengan komunitas penggemar musik punk yang tersebar di beberapa tempat di sekitar pojokan kota. Dengan penampilan yang spesifik, beberapa kelompok ini menyebar di sekitar kampus-kampus, pojok-pojok jalan, diskotik, bar, daerah pertokoan, kamar kost, rumah kontrakan, shooping mall, dan lain sebagainya. Di malam Minggu, beberapa komunitas ini biasanya terlihat di sekitar Jalan Dago, Gasibu, BIP, Cihampelas, sampai Jalan Braga. Di Bandung, kebanyakan orang tampaknya memang masih punya banyak waktu luang untuk memikirkan beberapa hal yang mendetail dalam kehidupan sehari-hari mereka. Beberapa hal detail yang kemudian bermuara pada beragam kecendrungan akan gaya hidup, perilaku, dan berbagai aliran pemikiran.

Dadan Ketu, sebutlah demikian. Terlahir di Kota Bandung pada tahun 1973. Pemilik nama ini bukanlah figur yang asing lagi bagi mereka yang akrab dengan komunitas underground Kota Bandung di era pertengahan ’90-an. Bersama 8 orang temannya, pada sekitar tahun ’96 ia berinisiatif untuk membentuk sebuah kolektif yang kini dikenal dengan nama Riotic. Melalui ketertarikan akan satu model ideologi yang sama, komunitas ini kemudian mulai memproduksi musik rilisan mereka sendiri, yang kemudian berkembang menjadi sebuah toko kecil yang menjual segala macam pernak-pernik dari mulai kaset, merchandise band, t-shirt dan lain sebagainya.

Lain lagi dengan Dede, yang bersama keempat temannya mendirikan sebuah distro(2) yang bernama Anonim pada tahun 1999. Terutama karena ketertarikan pada musik dan film, kelompok ini kemudian mulai menjual t-shirt yang dipesan secara online melalui internet. Kini selain menjual barang-barang import, mereka juga menjual kaset-kaset underground dan produk-produk dari label clothing lokal, yang konon kabarnya mencapai sekitar 100 label clothing yang muncul bergantian seperti cendawan di musim hujan. Menurutnya, penjualan produk lokal meningkat jumlahnya setelah terjadi krisis ekonomi pada tahun 1996, yang menyebabkan harga barang impor meningkat dan semakin sulit didapat.

Riotic dan Anonim, dua nama ini adalah sedikit dari deretan nama-nama seperti, Harder, Riotic, Monik Clothing, 347 Boardrider & Co., No Label Stuff, Airplane Apparel System, Ouval Research, dan lain sebagainya. Sejak pertengahan ’90-an, di Kota Bandung memang bermunculan beberapa komunitas yang menjadi produsen sekaligus pelanggan tetap beberapa toko kecil – sebutlah distro – yang menjual barang-barang yang tidak ditemui di kebanyakan toko, shooping mall, dan factory outlet yang kini juga tengah menjamur di Kota Bandung. Berbekal modal seadanya, ditambah dengan hubungan pertemanan dan sedikit kemampuan untuk membuat dan memasarkan produk sendiri, kemunculan toko-toko semacam ini kemudian tidak hanya menandai perkembangan scene anak muda di Kota Bandung, tetapi juga kota-kota lain semisal Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dsb.

Reverse: Markas Kecil di Sukasenang
Adalah Reverse, sebuah studio musik di daerah Sukasenang yang kemudian dapat dikatakan sebagai cikal bakal yang penting bagi perkembangan komunitas anak muda di Kota Bandung pada awal era ’90-an. Di awal kemunculannya pada sekitar tahun ’94, semula Richard, Helvi, dan Dxxxt (3 orang pendiri pertama dari Reverse), hanya memasarkan produk-produk spesifik yang terutama diminati oleh komunitas penggemar musik rock dan skateboard. Dapat dikatakan, komunitas ini kemudian merupakan simpul pertama bagi perkembangan komunitas ataupun kelompok subkultur anak muda pada saat itu. Ketika semakin berkembang, Reverse kemudian menjadi sebuah distro yang mulai menjual CD, kaset, poster, artwork, asesoris, termasuk barang-barang impor maupun barang buatan lokal lainnya.

Kemudian bermunculan sederet komunitas baru yang lebih spesifik lagi. Dari yang semula hanya didatangi oleh penggemar musik rock dan komunitas skateboard, Reverse mulai didatangi oleh beberapa kelompok yang berasal dari scene yang lain. Dari yang meminati musik pop, metal, punk, hardcore, sampai pada kelompok skater, bmx, surf dan lain sebagainya. Belakangan, nama Reverse bermutasi menjadi Reverse Clothing Company, yang sekarang ini dikelola oleh Dxxxt. Menurut Richard, selain karena musik rock dan skateboard, saat itu kemunculan beragam komunitas semacam ini juga didorong oleh keberadaan beberapa film seperti The Warrior (Walter Hill/1979), BMX Bandit (Brian Trenchard-Smith/1983),Thrashin (David Winters/1986), Gleaming The Cube (Graeme Clifford/1989), dan film-film sejenis yang bercerita mengenai berbagai macam komunitas anak muda di Barat (Eropa Barat & Amerika).(3)

“Dulu gua kalo mau nyari posternya Frank Zappa nggak mungkin dapet di tempat lain, pasti gua nyarinya ke Reverse!”, ujar Edi Khemod yang merupakan drummer band cadas bernama Seringai, sekaligus seorang penulis, produser rumah produksi Cerahati dan juga salah seorang anggota dari Biosampler; sebuah kelompok seniman multimedia yang sering muncul dalam aktifitas artistik di club scene kota Bandung dan Jakarta. Kebutuhan yang spesifik semacam inilah yang kemudian tertularkan pada beberapa komunitas dan distro-distro pada generasi sesudahnya. Kembali menurut Richard, menurutnya mereka yang datang ke Reverse itu kebanyakan mencari barang yang tidak terdapat di toko, shooping mall, atau departemen store. Hal ini juga diakui oleh Dadan dan Dede. Menurut mereka rata-rata yang datang ke distro itu orang-orang yang punya kebutuhan spesifik yang berbeda dengan kebutuhan orang kebanyakan. “Karena itu mereka mencari sesuatu yang lain, yang sulit ditemukan di wilayah-wilayah yang lebih mapan”, ujar Richard dalam sebuah wawancara. Untuk saya sendiri hal semacam ini tentu saja dapat dikatakan wajar. Kebanyakan anak muda memang punya tabiat untuk selalu mencari pengalaman yang baru dan berbeda.

Tampaknya dari kondisi yang spesifik semacam inilah, dinamika perkembangan industri musik, termasuk perkembangan fashion anak muda di Bandung selalu menemui banyak pembaharuan. Dari mulai jaman celana jeans di Jalan Cihampelas, tas ransel Jayagiri, jaman kaos oblong C-59, clothing lokal, band-band underground, distro, dan seterusnya sampai sekarang. “Perjumpaan yang terus menerus dengan hal/orang/barang yang sama, kadang-kadang menimbulkan perasaan jenuh/bosan/muak; bila tak tertahankan lagi, orang ingin keluar/melepaskan diri dari situasi itu: ingin tampil beda.” Demikian urai Yuswadi Saliya, seorang arsitek yang tinggal di Bandung ketika membalas pertanyaan dalam email saya untuk kasus ini. Saya pikir demikianlah adanya, Kota Bandung memang memiliki segudang rutin yang memaksa setiap warganya untuk terus bergerak mencari sesuatu yang baru dan berbeda. Kini beragam komunitas anak muda di kota Bandung terus bermunculan. Tidak lagi di Sukasenang, tetapi juga menyebar ke seluruh pelosok kota, mulai di bilangan Jalan Setiabudi (Monik/Ffwd Records), Citarum (347/EAT – Room No. 1), Moch. Ramdan (IF), Balai Kota (Barudak Balkot), Sultan Agung (Omuniuum), Saninten (Cerahati/Biosampler), Kyai Gede Utama (Common Room/ tobucil/Bandung Center for New Media Arts dan Jendela Ide), sampai ke daerah Ujung Berung (Ujung Berung Rebel/Homeless Crew), dsb.

“Karena Bandung kotanya kecil, jadi mau ngapa-ngapain gampang…lagian orang-orangnya juga kekeluargaan, cair banget, baturlah, semua dianggap sama.” Ujar Dede pada suatu kesempatan. Hal ini juga kembali disepakati oleh Dadan Ketu. Menurutnya, mereka yang berusaha di bidang clothing lokal tidak menemui kesulitan yang berarti ketika mereka harus berproduksi. “Mau cari bahan gampang pisan, tinggal ke Jalan Otista, Tamim, Cigondewah, Cimahi, Majalaya, terus tukang nyablon juga di sini mah banyak pisan, jadi nggak susah.”, jelasnya.

Paska 1990: Desa Global, GMR, dan MTV
Tidak hanya di era ’90-an – apabila kita lihat beberapa catatan di atas – sejak awal kemunculannya harus diakui Kota Bandung memang banyak menerima pengaruh dari Barat (Eropa Barat & Amerika). Namun, pada periode berikutnya tidak dapat dipungkiri kalau ada pengaruh lain yang tak kalah penting bagi perkembangan scene anak muda di Bandung, yaitu media. Sebagai contoh di bidang musik misalnya, melalui tangan dingin seorang Samuel Marudut (alm.), pada tahun ’92-an sebuah radio yang bernama GMR menjadi satu-satunya radio di Indonesia yang membuka diri untuk memutarkan rekaman demo dari band-band baru yang ada di kota ini, sehingga ikut memicu pertumbuhan scene musik yang ada pada saat itu. Selain memicu pertumbuhan komunitas musik di Kota Bandung, radio ini juga ikut mempopulerkan keberadaan beberapa band yang berasal dari luar kota Bandung.

Selain itu, perkembangan di bidang teknologi media & informasi juga secara radikal mampu mendorong perkembangan budaya kota di Bandung kearah yang lebih jauh. Salah satu contohnya adalah perkembangan teknologi rekaman yang memungkinkan band-band baru merekam musik mereka dengan menggunakan komputer, sehingga tidak lagi harus bersandar pada industri mainstream & produk impor. Saat ini, industri musik di Bandung sudah biasa diproduksi di studio-studio kecil, rumah, maupun di kamar kost. Selain itu, perkembangan di bidang teknologi informasi juga memudahkan setiap komunitas yang ada untuk berhubungan dan mendapatkan informasi yang mereka butuhkan. Melalui jaringan internet yang sudah berkembang sejak tahun 1995-an, Kota Bandung saat ini sudah menjadi bagian dari jaringan virtual yang semakin membukakan pintu menuju jaringan global.

Kehadiran MTV pun setidaknya memiliki peran yang tidak sedikit, karena melalui stasiun inilah beberapa band underground Bandung mendapat kesempatan untuk didengar oleh publik secara lebih luas. Selain itu, para presenter MTV siaran nasional pun tidak segan-segan untuk memakai produk-produk dari clothing lokal yang berasal dari Kota Bandung, sehingga produk mereka menjadi semakin populer. Dampaknya tentu saja tidak kecil. Selama beberapa tahun terakhir warga Kota Bandung mungkin sudah mulai terbiasa dengan jalan-jalan yang macet pada setiap akhir minggu. Selain menyerbu factory outlet, para pengunjung yang datang ke Kota Bandung pun biasanya ikut berbondong-bondong mendatangi distro-distro yang ada, sehingga memicu pola pertumbuhan yang penting, terutama dari segi ekonomi.

Melalui keberadaan beberapa komunitas anak muda yang senantiasa menyediakan barang-barang yang mereka produksi secara mandiri, setidaknya kita dapat melihat berbagai kumpulan tanda yang baru yang berbeda dengan masa sebelumnya. Apabila pada masa sebelumnya komunitas anak muda di Bandung sangat bergantung pada industri mapan dan berbagai produk impor, saat ini beberapa komunitas yang ada sudah mampu memproduksi kebutuhan mereka secara independen. Dalam beberapa kesempatan, wacana budaya perlawanan (counter culture) pun kerap mewarnai keberadaan komunitas ini. Diantara beberapa perilaku komunitas anak muda yang disebutkan tadi, setidaknya kita bisa melihat ini sebagai sebuah sikap politik yang membangun bentukan watak yang khas. Bagi beberapa komunitas anak muda di Bandung, musik dan fashion saat ini bukan lagi hanya sekedar trend. Musik dan fashion dapat juga dilihat sebagai bentuk ekpresi kemandirian politik yang mampu mengakomodasi berbagai aspirasi personal yang mereka miliki. Untuk itu, saya rasa dalam konteks perbincangan mengenai perkembangan kelompok subkultur di kota Bandung, sebetulnya musik dan fashion juga dapat dilihat sebagai instrumen yang mampu menjelaskan berbagai pandangan dan perbedaan yang menyertai keberadaan komunitas-komunitas ini.

Pertumbuhan yang pesat yang sangat ditunjang oleh keberadaan beberapa media seperti stasiun TV, radio, majalah, fanzines, dan terutama internet, terus saja mendorong perkembangan komunitas anak muda di Bandung. Selain semakin memperjelas keberadaan beberapa komunitas yang ada, kemunculan berbagai macam media juga menambah perluasan jaringan sampai ke kota-kota lain di luar Bandung, malah sampai ke luar negeri. Ketika mulai merilis kaset dibawah label 40124 pada pertengahan ’90-an, Richard mengaku pernah mendapatkan pesanan kaset rilisannya dari seorang penggemar musik-musik underground dari Jepang, yang kebanyakan memesan melalui internet. Lewat label 40124 ini, pada tahun 1996 Richard juga sempat merilis album kompilasi legendaris yang diberi judul “masaindahbangetsekalipisan”, yang berisi kumpulan lagu dari beberapa band lokal seperti Full of Hate, Rotten to The Core, Sendal Jepit, Cherry Bombshell, Puppen, Balcony, dsb. Sementara itu, Dadan Ketu menyatakan kalau sekarang ini memang sudah sangat biasa kalau ada salah seorang pengunjung distro di Bandung datang dari luar negeri, semisal Singapura atau Malaysia. “Mereka datang biasanya langsung ngeborong, bawa kaset 100 biji untuk dijual lagi di negeri asalnya, ada yang bayar kontan, ada juga yang nyicil,” ujarnya.

Wujud dari terbentuknya jaringan yang meluas ini sebetulnya sudah semakin terasa sejak tahun ’97. Pada bulan Agustus 1997 sebuah label rekaman punk dari Perancis yang bernama Tian An Men 89 Records merilis sebuah kompilasi yang berjudul “Injak Balik! a Bandung HC/Punk comp”. Kompilasi ini didukung oleh sejumlah band Bandung seperti Puppen, Closeminded, Savor Of Filth, Deadly Ground, Piece Of Cake, Runtah, Jeruji, Turtles Jr, dan All Stupid. Kebanyakan subject matter dari musik dalam album kompilasi ini berisi berbagai statemen politik yang disampaikan secara lugas oleh setiap band yang ikut terlibat di dalam proyek ini. Tidak hanya berhenti di situ, pada tahun 1999, label lokal yang bernama FastForward Records kemudian merilis beberapa album dari band yang berasal dari luar negeri seperti The Chinkees (Amerika), Cherry Orchard (Perancis), 800 Cheries (Jepang), dan lain sebagainya. Menurut Marin, salah seorang pendiri dari FastForward Records, setidaknya media-media komunikasi seperti internet, mesin fax dan jaringan telepon punya andil besar dalam proses produksi album dari band-band ini. Sekarang, label lokal yang merilis musik yang berasal dari luar negeri sudah bukan barang yang aneh lagi. Malah, beberapa band lokal di Bandung juga sudah banyak yang berkesempatan dirilis oleh label di mancanegara. Beberapa diantaranya adalah Homicide, Domestik Doktrin, Jasad, dsb.

Perluasan jaringan yang mempertautkan perkembangan di bidang musik dan fashion dengan perkembangan media dan teknologi informasi ini setidaknya melahirkan sebuah kombinasi perkembangan (kebudayaan) yang baru, baik dari segi ideologi sampai pada manifestasinya dalam pola kehidupan sehari-hari sebagian komunitas anak muda di Bandung. Hal ini menunjukan bahwa bagaimanapun perkembangan yang ada di kota Bandung tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan setiap gejala perkembangan di tingkat global. Seiring dengan perkembangan jaman, sampai saat ini scene anak muda di Kota Bandung masih terus tumbuh untuk terus melengkapi pola perkembangannya dengan wajah dan berbagai versinya yang baru. Jangan kaget kalau tiba-tiba anda bertemu dengan sekelompok anak muda dengan gaya yang identik dengan gaya anak muda di belahan dunia yang lain. Kota ini memang sedari dulu sudah menjadi bagian dari kota-kota lain di seluruh dunia. Salut! Selamat datang di Kota Bandung!



Hy all perkenal…

Hy all perkenalkan Product kami den’cloth yg menyesuaikan desig2 kaos untuk semua kaula muda, dimana  kami mempunyai desig2 yg berkaitan dengan bermacam kalangan komunitas anak muda, yang pasti akan membuat anda mempunyai ciri khas diri anda sendiri..

Segera milikilah collectio